Bunga Ditepi Dermaga PART III



"Aini, kenapa gak membantu mbok berjualan ? Kenapa malah menangis disini sendiri ?" Kucoba bertanya pada gadis kecil. "Setiap jam segini aku selalu kesini kak. Soalnya dulu ayah selalu mengajakku kesini kak." Setelah ucapan itu keluar, aku teringat akan kakekku yang setiap saat mengajakku kesini juga. Kenangan kala itu kembali membayangiku, kamipun terdiam seketika dan hanya memandang menikmati hamparan laut luas yang ada didepan kami. Memang udara sore hari kala itu memang tenang didermaga itu, kami hanya terdiam dan ditemani suara dengungan cerobong asap dan juga deru suara mesin dari kapal pesiar yang sedang bersandar di dermaga sebelah.

Benar-benar suasana yang pas untuk mengingat kenangan masa kecil dengan kakek ketika aku berada didermaga itu, namun kali ini aku sudah tak ditemani kakek, kali ini aku hanya ditemani oleh gadis kecil kumal yang mungkin juga sedang mengenang sesuatu. Setelah puas mengingat kenangan dan memandang lautan, Aini mengajakku untuk menghampiri penjual gorengan yang tadi ditunjuknya untuk mampir. Tanganku diseret oleh gadis kecil itu yang mengisyaratkan bahwa untuk bersegera mengikutinya. Aku tak paham dengan anak kecil, begitu cepat sekali dirinya dengan orang yang baru saja bertemu, ia tak takut sama sekali dengan orang asing yang baru saja ditemuinya.

Usai membeli beberapa gorengan dari ibu angkat Aini ini, aku coba bertanya lebih detail pada ibu ini untuk mengetahui asal usul anak ini. Entah mengapa aku jadi penasaran dengannya, ada rasa yang membuatku ingin menyelam lebih dalam lagi pada kehidupan gadis kecil ini. "Ibu, ibu angkatnya Aini yaa ? Saya boleh bertanya tentang Aini ?". "Iya non, silahkan saja kalo nona mau bertanya." Jawab santun dari ibu ini. "Kedua orang tua Aini ini sudah meninggal benar ? Kenapa dia di rawat oleh ibu yang tidak ada hubungan darah dengannya ? Apa dia tidak memiliki saudara disini ?". "Ayah Aini, dulu pekerja sini, dia meninggal ketika sedang bekerja di laut, sedangkan ibunya menjadi gila lantaran suaminya meninggal. Kala itu Aini masih sangat kecil, ia tak tahu apa yang terjadi. Saya kasihan melihat anak yang masih kecil ini hidup sebatang kara, padahal dia masih sangat butuh kasih sayang kedua orang tuanya. Jadi, daripada dia sebatang kara. Sebaiknya saya rawat saja anak ini dan berhubung saya juga disini tidak memiliki siapa-siapa, yahh hitung-hitung saya jadikan dia sebagai teman hidup saja non." Jawaban ibu ini membuat hatiku terasa sesak mendadak, namun aku tahan.

Sejenak terdiam untuk menata hati yang tadi sesak, aku bertanya lagi "Lantas suami ibu kemana ? Kok ibu jualan berdua dengan Aini saja ?". "Kan sudah saya bilang non, saya disini hidup sendiri, dan sekarang hanya Aini saja yang menemani saya"."Mohon maaf bu, apa suami ibu sudah meninggal ?" Mendadak ibu itu terdiam, seakan sedang membayagkan sesuatu dipikirannya. Tatapannya kosong, seolah hidupnya penuh dengan kehampaan. Menarik nafas sejenak, ibu itu menjawab pertanyaanku "Saya tidak pernah menikah non. Saya ini tidak pernah punya suami ataupun anak, jadi saya ini perawan tua". Kucoba untuk memberanikan diri dengan pertanyaan sedikit guyon, "Ahh, masa iya bu ? kalo dilihat paras ibu sekarang, saya berani nebak kalo ibu waktu muda cantik. Masa iya tidak ada laki-laki yang ingin menikahi ibu ? hehehe".

Sepertinya ibu ini bukanlah tipe orang yang pemarah. Karena ketika kutanya dengan pertanyaan seperti itu, dia malah membalasku dengan gurat senyumnya dan menjawab "Saya dulu sudah mau menikah non, pria itu berjanji menikahi saya hingga akhirnya dia malah berpaling pada wanita lain yang lebih ia cintai. Padahal saya juga sangat mencintainya, saya selalu berharap janji itu akan ia tepati. Namun kenyataan berkata tidak sesuai dengan harapan, ia malah menikahi gadis lain yang lebih dari saya. Saya kala itu benar-benar bersedih ketika menerima surat undangan yang ia berikan pada saya. Saya tak mengira itu akan terjadi, tak sanggup saya menghadiri acara pernikahannya." Sejenak ibu itu terdiam untuk menahan luap tangisnya lantaran diriku. Namun sebelum aku ingin menyudahinya tapi malah ibu itu melanjutkan kalimatnya, "Saya tidak sanggup menerima kenyataan itu, hingga akhirnya saya terpuruk dan mengutuk diri saya untuk tidak akan pernah menikah dengan pria selain dirinya, dan kini dia malah benar-benar pergi dari saya, tak hanya pergi dari saya tapi dia memang pergi dari dunia ini. Pria yang berjanji menikahi saya itu ialah ayah dari Aini."

Tak sanggup lagi menahan tangisnya, akhirnya ibu ini menangis didepanku. Tak hanya dia yang terbawa suasana, dirikupun  ikut menitikan air mata. Dan Aini hanya diam tertegun tak tahu apa yang sedang terjadi dan mungkin dalam pikirannya timbul pertanyaan kenapa dua wanita ini malah menangis ? Usai menata hatinya kembali, ibu ini mulai melanjutkan ceritanya, "Kini ayah Aini sudah benar-benar tiada dan tidak akan pernah bisa menunaikan janji yang ia berikan pada saya. Ketika mendengar kabar ayahnya meninggal, tak hanya keluarga yang bersedih, saya juga ikut menelan luka yang sangat pahit dan lebih pahit daripada kabar pernikahannya hingga saya merasa Tuhan tidak pernah adil kepada saya. Hingga beberapa bulan setelah kepergiannya, saya mendengar berita bahwa ibu Aini menjadi gila dan anaknya tidak ada yang merawat. Akhirnya saya beranikan diri untuk meminta Aini agar saya yang merawat. Saya merawat Aini, sudah seperti anak saya sendiri walaupun ia bukanlah anak kandung saya. Inilah tanda bukti cinta saya padanya agar ia juga tenang di alam sana."

Sungguh berat sekali perjalanan hidup yang dilalui oleh Aini dan ibu ini. Sehingga aku harus menitikan air mata ketika mendengar kisah hidup mereka. Aku baru tahu, di dunia ini memang benar-benar ada cinta sejati nan abadi yang tak pernah pudar oleh apapun. Tak terasa waktu semakin beranjak sore, hingga membuatku harus beranjak pergi dari sini. Setelah tangisanku usai, aku mengundurkan diri dan memohon maaf karena sudah membuat ibu angkat Aini menangis dan harus mengenang kenangan pahitnya. Akupun pergi dengan membawa cerita itu, akan kusimpan dalam memoriku semua cerita itu, Aini dan juga ibu angkatnya. Akan aku simpan semuanya dan akan aku jadikan sebagai pelajaran hidupku.


Untuk yang belum membaca bagian pertama dan keduanya, bisa baca disini yaaa :

Bunga Ditepi Dermaga
Bunga Ditepi Dermaga PART II

Komentar

Postingan Populer