Penantian Yang Sia

"Malam itu, aku lihat bintang bertaburan di langit. Ku pandangi bintang-bintang itu dengan penuh kenangan, teringat kala itu, kala aku masih sering menelponmu". Gumam Ali dalam hatinya ketika ia mengingat Aisyah kekasih dambatan hatinya dulu yang kini telah meninggalkannya.

Kini Ali, sendiri, ia berusaha merangkai pecahan-pecahan hatinya yang berserak. Malangnya Ali, ditinggal kekasih yang paling ia cinta yang ia yakini akan menjadi pelabuhan terakhir dalam kisah cintanya. Apa dayanya ia hanya pasrah kepada Tuhan karena dalam kehidupan keseharian manusia selalu ada peran Tuhan didalamnya begitu juga kisah Cinta Ali dan Aisyah.


Semua berawal dari kepulangan ayah Aisyah yang baru pulang dari dunia lautnya. Ayah Aisyah adalah seorang nahkoda laut yang jarang pulang kerumah. Setiap beberapa bulan sekali ayahnya pulang untuk menjenguk keadaan keluarganya. Oleh sebab itu, Aisyah selalu merindukan kepulangan ayahnya karena sering tinggal jauh dan jarang pulang.

Aisyah juga wanita yang sangat penurut, ia selalu menuruti perkataan yang diucapkan kedua orang tuanya. takpernah ia bantah perintah kedua orang tuanya. Jangankan membantah perintah kedua orang tuanya, bahkan hanya untuk mengeluh atas perintah itupun ia tak berani.

Aisyah dan Ali baru saja merasakan benih cinta yang tumbuh dalam hati dua insan ini. Baru dua bulan mereka berpacaran, mereka berpacaran dengan memilih cara long distance relationship. Karena saat itu Ali sedang menuntut ilmu di kota dan Aisyah juga menuntut ilmu di kampung halaman Ali. Mereka sangat bahagia walaupun harus menjalani hubungan yang harus menahan rasa sakit akan kerinduan yang menggebu.

Hampir setiap malam Ali duduk diatap kontrakan untuk menelpon kekasihnya itu, ia lebih memilih atap karena langit malam bertabur bintang itu indah "Aku suka melihat ribuan bintang malam yang bertabur di langit, karena saat itu juga aku dapat melihat wajahmu yang jelita" Kata Ali sambil tersenyum pada kekasihnya lewat telepon genggamnya. Tiap kali menelpon Aisyah kata itu selalu terlontar dari mulutnya.

Ali akhirnya ada kesempatan untuk pulang kerumah dan pada saat yang bersamaan juga tanggal ulang tahun Aisyah. Aisyah sangat bahagia mendengar Ali pulang kekampung halaman dan berkesempatan juga untuk merayakan ulang tahun Aisyah bersama dengan Ali. Hati Aiisyah sungguh menggebu dalam menungg kekasihnya pulang.

Ali telah sampai dikampung halaman. Tak sabar ingin bertemu dengan Aisyah ketika tiba dirumah ia langsung mencari kunci sepeda motor milik emaknya untuk pergi sebentar kerumah Aisyah hanya untuk mengucapkan ulang tahun dan juga memberikan bingkisan kado yang telah ia siapkan. Sejurus kemudian Ali pergi menuju kerumah Aisyah.

Tiba dirumah Aisyah, Ali disambut senyum manis Aisyah yang sudah lama tak ia lihat "Inikah senyum adindaku itu ? Manis sekali senyumanmu hingga wajahmu ikut berseri" Kata Ali yang takjub melihat senyum adindanya. Dengan sigap Aisyahpun membalas kalimat Ali "Inikah kakandaku ? Sungguh terbesit wajah lelahmuz, namun engkau buang semua rasa lelahmu hanya untuk bertemu aku ? Memang tak salah aku menjatuhkan hati padamu, perjuanganmu sungguh besar padaku" puji Aisyah pada kakandanya.

Sepuluh hari Ali dirumah dan sepuluh hari juga ia habiskan waktunya dengan Aisyah, merek benar-benar merasa bahagia. Sekian lama memendam rasa rindu untuk saling berjumpa. Tak kunjung mereka lelah untuk menghabiskan waktu berdua, serasa dunia itu hanya mereka berdua yang mengisi layaknya Rama dan Sinta, bagaikan Adam dan Hawa. Itulah yang mereka rasakan selama sepuluh hari.

Tibalah saat Ali untuk kembali ke kota. Aisyah tak rela ditinggal kakandanya pergi jauh lagi, namun kakandanya itu harus pergi ke kota lagi untuk kewajibannnya menuntut ilmu. Aisyah pun melepas kakandanya dengan mata berlinang Ali pun sebenarnya tak sanggup untuk berpisah, berat hatinya untuk pergi dan bila ia bisa menangis ia juga akan menangis seperti tangisan Aisyah.

Kini mereka kembali menjalani hubungan mereka seperti kemarin sebelum Ali pulang kerumah.

Sebulan kemudian pulanglah ayah Aisyah, ia pun mendengar kabar bahwa Aisyah katanya sedang jatuh hati dengan pemuda yang bernama Ali. Ayah Aisyah tahu betul siapa Ali dan tahu betul siapa keluarganya. Sejujurnya ayah Aisyah setuju bila mereka menjalin hubungan cinta, namun yang ayah Aisyah tak setuju ialah Aisyah yang harus fokus terhadap kuliahnya. "Ayah itu setuju bila Aisyah hedak berpacaran dengan Ali, ayah sangat mendukung begitu pula bunda. Namun ayah tidak ingin Aisyah menjadi tidak fokus kuliah gara-gara berpacaran dengan Ali. Tinggalkan Ali nak, demi ayah, demi masa depanmu pula nak. Bila Ali benar-benar cinta pada Aisyah pasti Ali akan menunggu kamu hingga kamu lulus dan mendapat pekerjaan yang layak untukmu". Mendengar kalimat itu, Aisyah hanya dia tertunduk dan tak lama kemudian ia pergi menuju kamarnya.

Dalam kamar ia hanya bisa menangis dan menangis. Tak berucap, diam membisu dan larut dalam tangis kesedihannya. Tak lama kemudian ia mengambil telepon genggamnya untuk menelpon Ali. "Bang, telpon balik Aisyah karena hendak bicara bila abang sudah tak sibuk". Ali merasa bahagia karena dalam pikirannya Aisyah sudah merindukannya karena dari isya tadi Ali belum menelpon Aisyah. Dengan segera Ali menyelesaikan tugas-tugasnya lantas menelpon Aisyah. "Ada apa dinda menelpon abang ? Hanya karena abang telat menelpon dinda malah sudah kangen heheheehe". Ucap Ali dalam pembukaan telponnya. "Tak apa bang, Ada yang hendak Aisyah bicarakan dengan abang". "Memang apa yang ingin dinda bicarakan ?". Dengan menghela nafas, menahan getir pahit ucapan dari ayahnya, menahan isak tangisnya agar Ali tak mengerti bila dirinya sedang menangis, setelah menata hati Aisyah mulai berbicara "Bang, kita harus putus karena ayah menyuruh seperti itu". "Kenapa dinda seperti itu ?" kata Ali. Lantas Aisyah menjelaskan semuanya persis seperti apa yang dikatakan oleh ayahnya tadi.

Akhirnya tak sanggup menahan air mata Aisyah menangis sesenggukan dalam suara telpon tersebut. Medengar kalimat dan penjelasan tadi, Ali berasa seperti bibirnya terbungkam tak bisa terucap hanya air mata Ali mengalir setetes demi setetes. Akhirnya Ali berbicara "bila itu benar kalimat ayah dinda, apa boleh buat ? Akan abang turuti perkataan dinda. Asalkan dinda tahu satu hal, belum pernah air mata abang menetes untuk seorang wanita manapun terkecuali dinda, hanya dinda yang sanggup membuat abang menangis" ucap Ali. Dengan mengusap air matanya, Aisyahpun lantas mematikan telponnya begitu saja.

Paginya Ali mendapat pesan singkat dari Aisyah "Tadi pas sholat shubuh, Aisyah menangis sesenggukan hingga tak mampu untuk berdiri sholat. Begitu selesai sholat lantas Aisyah membaca Al-Qur'an, tapi apa yang dirasa ? Malah air mata ini mengucur bertambah deras hingga basah lembaran Al-Qur'an Aisyah". Membaca itu Ali pun jadi teringat akan kejadian semalam dan Ali ikut meneteskan air mata.

Setelah kejadian malam itu, Ali dan Aisyah masih tetap berhubungan hanya status mereka saja yang berubah. Mereka masih tetap menjaga komunikasi mereka karena kata Aisyah ia masih sayang dengan Ali dan belum bisa pergi dari Ali. Dan Ali pun sudah berjanji akan selalu setia menemani Aisyah dalam suka atau duka, setia menjadi bahunya dikala Aisyah butuh sandaran, dan setia pula menunggunya sesuai yang dijanjikan oleh ayah Aisyah.

Sebulan kemudian Aisyah juga pergi ke kota barat untuk menuntut ilmu dan semuanya sudah diatur oleh ayahnya. Aisyah masih saja tetap berhubungan dengan Ali. Tapi mereka sudah tak seperti dulu lagi, mereka tak pernah saling telpon sama sekali. Setiap kali Ali menelpon Aisyah, Aisyah selalu berkata bahwa ia sedang sibuk. Karena tiap kali Ali menelpon Aisyah dan mendapat jawaban seperti itu, Akhirnya Ali memutuskan untuk tak pernah meneleponya lagi.

Hari terus berganti, dan bulan juga terus berganti, semua itu Ali lalui dengan perasaan hampa. Kala itu sudah hampir 8 bulan setelah kejadian Aisyah meminta putus. Lantas Ali tak sengaja melihat display picture milik Aisyah berganti foto laki-laki yang gagah memakai seragam nahkoda. Akhirnya Ali beranikan diri untuk bertanya pada Aisyah "sudah beberapa hari ini aku melihat dp-mu itu seorang lelaki, siapakah pemuda ini ?" tanya Ali dengan hati berdebar. Lantas Aisyah berkata "dia adalah kekasihku" dengan kaget Ali bertanya "Kenapa engkau tega padaku ? Aku sudah rela menunggumu, kuberikan segalanya untukmu, kenapa engkau kini malah menjatuhkan hati pada orang lain ? Bukankah dulu engkau berkata akan setia menungguku juga ? Kita berjanji saling menunggu hingga engkau lulus dan mendapat pekerjaan ? Namun kenyataannya kau malah menjatuhkan hati pada pemuda lain ?" Aisyah menjawab dengan meyakinkan "Ini semua aku lakukan agar aku ada yang menemani disini, aku jenuh dengan suasana kota ini. Tak ada tempat disini untuk menceritakan keluh kesahku"."Lantas ? Aku ini kau anggap apa ? Aku sudah setia menunggu dan menemanimu dikala engkau sedih dan senang ?"."Engkau terlalu jauh aku butuh seseorang yang nyata layaknya kekasih baruku ini, dan sejujurnya hatiku masih untukmu Ali". Tak menggubris kalimat terakhir Aisyah, ia pun menjawab "kejamnya dirimu, ternyata engkau tak pernah menghargai perjuanganku untukmu". Ali, walaupun dia terlihat gagah perkasa akhirnya tak kuasa menahan air matanya.

Namun setelah ia mengetahui bila Aisyah sudah memiliki kekasih baru, ia masih tetap menghubungi Aisyah walaupun ia merasa hatinya disakiti, disiksa, disayat, ditusuk bertubi-tubi. Apalah daya, ia masih benar-benar mencintainya, hatinya masih untuk Aisyah. Namun Aisyah yang sekarang bukanlahh Aisyah yang dulu. Aisyah berubah sikapnya 180 derajat setelah pindah ke kota. Tapi Ali masih tetap mencintai Aisyah.

Kini kenangan dan separuh hatinya Ali telah dibawa pergi bersama Aisyah, dan Aisyah hanya meninggalkan luka yang sangat dalam yang belum sembuh hingga sekarang hinga sudah hampir satu tahun dari kejadian malam itu. Dan hingga sekarangpun ia masih sangat mecintai kekasihnya yang dulu. Aisyah yang dulu ia kenal pertama kali.

Komentar

Postingan Populer